Beranda | Artikel
Jujur Dalam Taubat
Sabtu, 15 Mei 2004

JUJUR DALAM TAUBAT

Wahai hamba yang bertaubat, jika engkau sudah berkeinginan kuat untuk melakukan taubat nashuha dan engkau jujur terhadap Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Mahamulia, Dia tidak akan mengembalikanmu dengan tangan kosong walaupun dosa-dosamu sudah memenuhi isi langit.

Dan kepadamulah aku hadirkan kisah-kisah tentang suatu kaum yang jujur terhadap Allah, lalu Allah pun berlaku jujur kepada mereka, menerima taubat mereka, dan membersihkan dosa-dosa mereka.

1. Kisah orang yang membunuh seratus (100) jiwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang membunuh 99 jiwa, lalu ia bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi, maka ia pun ditunjukkan kepada seorang rahib, lalu ia pun mendatangi rahib tersebut seraya berkata, ‘Sesungguhnya (jika seseorang) telah membunuh 99 jiwa, apakah mungkin baginya taubat?’ Rahib pun menjawabnya, ‘Tidak.’ Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan menyempurnakannya menjadi seratus (100) jiwa. Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi, lalu ia ditunjukkan kepada seseorang yang alim, lalu berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya (jika seseorang) telah membunuh 100 jiwa, apakah masih mungkin baginya untuk bertaubat?’ Orang alim itu pun menjawab, ‘Ya, dan siapakah yang akan menghalangi antara dia dengan taubat, pergilah ke tempat ini dan ini karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah, maka sembahlah Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke tempatmu karena tempatmu adalah tempat yang jelek.’ Maka laki-laki ini menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut. Ketika di pertengahan jalan, maut pun menjemputnya, maka Malaikat rahmat dan Malaikat adzab berselisih untuk mengambil ruhnya. Malaikat rahmat berkata, ‘Orang ini datang untuk bertaubat dengan hatinya menghadap Allah. Malaikat adzab berkata, ‘Sesungguhnya orang ini belum pernah beramal kebaikan sedikit pun.’ Lalu datanglah Malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan Malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ‘Ukurlah oleh kalian jarak ke-dua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang sedang ia tuju) jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.’ Lalu mereka pun mengukur kedua jarak tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju, maka ruhnya pun dicabut oleh Malaikat rahmat.”1

Dalam salah satu riwayat milik keduanya (al-Bu-khari dan Muslim) disebutkan, “Lalu kematian menjemputnya saat ia baru berjalan beberapa saat, maka Malaikat rahmat dan Malaikat adzab saling berselisih. Lalu Allah mewahyukan kepada tanah atau tempat yang dituju untuk mendekat kepadanya dan Allah juga mewahyukan kepada tempat jelek yang diting-galkan untuk jauh darinya dan berfirman, ‘Ukurlah antara dua jarak tersebut.’ Lalu Malaikat ini mendapati tempat yang dituju lebih dekat sekitar sejengkal, maka dia pun diampuni (dosanya).”

[Disalin dari buku Luasnya Ampunan Allah”  Terjemahan dari kitab at-Taubah an-Nashuuh fii Dhau-il Qur-aan al-Kariim wal Ahaa-diits ash-Shahiihah,  Ditulis oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali hafizhahullaah, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
______
Footnote
1  HR. Al-Bukhari (VI/512-al-Fa-th) dan Muslim (XVII/83-84) dari hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/724-jujur-dalam-taubat.html